INFOTERKINI24.COM - Pertanian non-organik, terutama yang mengandalkan praktik-praktik konvensional, memiliki dampak yang signifikan terhadap emisi gas rumah kaca.
Emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O), berkontribusi pada perubahan iklim global dan pemanasan global.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana pertanian non-organik dapat berperan dalam emisi gas rumah kaca dan tantangan lingkungan yang perlu diperhatikan.
Baca Juga: Praktik Pertanian Berkelanjutan: Menghadirkan Keberlanjutan dalam Budidaya Pepaya
Pemakaian Pupuk Kimia: Pertanian non-organik sering menggunakan pupuk kimia yang mengandung bahan-bahan kimia sintetis. Proses produksi pupuk kimia ini sering memerlukan konsumsi energi yang tinggi dan melepaskan emisi CO2 ke atmosfer.
Selain itu, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menyebabkan pelepasan N2O, yang memiliki potensi pemanasan global lebih tinggi daripada CO2.
Penggunaan Pestisida: Penggunaan pestisida dalam pertanian non-organik juga dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.
Beberapa pestisida mengandung senyawa kimia yang dapat menyebabkan pelepasan CH4 selama pembuangan atau penguraian di tanah.
Selain itu, penggunaan pestisida yang berlebihan dapat merusak keseimbangan ekosistem dan mengganggu aktivitas mikroba tanah yang bertanggung jawab dalam siklus karbon.
Manajemen Limbah Ternak: Sistem pertanian non-organik yang melibatkan peternakan juga dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca.
Limbah ternak, seperti kotoran dan urine, mengandung bahan organik yang mengalami dekomposisi dan menghasilkan CH4.
Baca Juga: Varietas Unggul dan Pemuliaan Pepaya: Membawa Pepaya ke Tingkat yang Lebih Tinggi
Sistem pengolahan dan pembuangan limbah yang tidak efisien dapat menyebabkan pelepasan gas rumah kaca yang lebih tinggi ke atmosfer.